Selasa, 16 Juni 2009

Baterai Lithium Keramik untuk Mobil Listrik

Baterai Lithium Keramik untuk Mobil Listrik
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengembangkan baterai lithium berbahan keramik padat yang lebih tahan panas untuk digunakan pada kendaraan masa depan berbahan bakar listrik fuel cell.

"Baru LIPI yang sudah berhasil mengembangkan baterai lithium dari komposit material gelas keramik di dunia ini, seperti dari pecahan kaca. Dengan demikian sistem fuel cell tidak lagi memerlukan sistem pendingin," kata Peneliti Material dan Komposit Pusat Penelitian Fisika LIPI, Dr Bambang Prihandoko .

Dunia mobil hibrida sampai saat ini, lanjut Bambang, masih menggunakan baterai lithium dari polimer padat yang kekurangannya tidak tahan panas, sementara baterai lithium dari keramik mampu menahan panas sampai 200 derajat Celcius sehingga tidak diperlukan sistem pendingin.

Sel baterai lithium dari keramik dengan 3,3 Volt dan 200 mili Ampere itu nantinya akan diserikan dan diparalelkan sehingga kemampuannya meningkat untuk mengganti listrik fuel cell selama dua jam bagi kecepatan kendaraan 100 km per jam.

Baterai yang dikembangkan pihaknya itu, jelasnya, sudah dalam bentuk prototipe dan sudah dipatenkan sehingga sudah bisa diproduksi secara massal.
Ia mengakui, baterai lithium masih belum diujicobakan pada kendaraan listrik fuel cell buatan LIPI (Marlip) yang masih menggunakan aki konvensional (lead acid).

"Berat baterai lithium hanya seperlima berat aki. Tahun depan akan kita ganti aki di Marlip dengan baterai lithium ini sehingga Marlip menjadi jauh lebih ringan," katanya. Tanpa baterai lithium, urainya, kendaraan listrik dengan sistem fuel cell tidak bekerja sebagaimana mestinya di mana kecepatan konstan, tidak bisa bergerak lebih cepat.

Mobil hibrida yang dilengkapi sistem fuel cell ramah lingkungan, sejak dua dekade belakangan mulai banyak diperkenalkan. Hampir seluruh produsen kendaraan bermotor juga meluncurkan jenis mobil hibrida yang selain menggunakan sumber energi premium, juga menggunakan energi listrik. Saat ini para produsen mobil hibrid sedang berlomba-lomba menciptakan baterai yang aman, bertenaga, tahan lama, ringan, dan cepat diisi ulang sambil memaksimalkan kemampuan baterai lithium-ionnya.

Prinsip kerja sistem fuel cell yakni menggunakan proses elektrokimia di mana hidrogen dan oksigen digunakan sebagai bahan bakar. Komponen utama fuel cell terdiri dari elektrolit berupa lapisan khusus yang diletakkan di antara dua buah elektroda. Proses kimia yang disebut pertukaran ion terjadi di dalam elektrolit ini dan menghasilkan listrik serta air panas, sehingga fuel cell menghasilkan energi listrik tanpa adanya pembakaran dan tidak ada polusi.

Serbuan Global Mobil Hemat Energi

Serbuan Global Mobil Hemat Energi

Harga minyak yang tak terkendali membuat pabrikan motor berlomba membuat mobil hemat bahan bakar. Awal Juni ini, di Tokyo, Jepang, Honda Motor menyulut api persaingan mobil-mobil hemat bahan bakar. Pada awal tahun 2009 atau paling lambat tujuh bulan lagi, Honda akan mengenalkan mobil hibrida murah untuk pasar Jepang, Amerika Utara, dan Eropa. Dengan menambah duit US$ 5.000 atau Rp 47 juta saja dari harga mobil konvensional berbahan bakar bensin atau diesel, konsumen bisa mendapatkan mobil hibrida, gabungan mesin konvensional dengan motor tenaga listrik.

Petinggi Honda, Takeo Fukui, menyatakan ingin terus menekan harga mobil hibrida generasi terbaru sehingga makin kompetitif dengan mobil berbahan bakar bensin. "Adalah penting menggerakkan mobil hibrida dari gambaran pada saat ini ke panggung yang baru sehingga dapat melakukan penetrasi pasar yang sesungguhnya," kata Fukui, seperti dikutip Reuters.

Koichi Kondo, Wakil Presiden Eksekutif Honda, mengatakan bahwa para pembuat mobil berharap harga mobil hibrida di bawah 2 juta yen atau US$ 19.290. Kini Honda hanya menjual satu mobil hibrida, versi bensin-listrik yang diproduksi secara massal, yakni sedan Civic. Harganya kini sekitar 2,3 juta yen. Sebelumnya ada Insight, mobil hibrida dua kursi yang tidak lagi diproduksi, pada 2006.

Ke depan, Honda menargetkan 200.000 unit hibrida baru terjual tiap tahun. Sebagai andalan, Honda akan mengeluarkan versi hibrida terbaru sedan sub-kompak Fit dan sedan sport yang berbasis model mobil konsep CR-Z. Dengan model-model baru itu, sampai tahun 2010 diharapkan 500.000 mobil dapat terjual setiap tahun. Angka tersebut akan sama dengan 10% dari total penjualan Honda tiap tahun. Pada 2007, Honda menjual 52.000 Civic hibrida.

Pada saat ini, meskipun harga minyak tinggi dan isu perubahan iklim begitu kuat, mobil hibrida yang irit dan beremisi rendah hanya sedikit yang mampu berseliweran di jalanan. Pemicunya adalah sangat tingginya ongkos pembuatan mobil hibrida dan pajak, yang menjadi beban bagi konsumen serta pembuat mobil. Padahal, mobil hibrida yang lebih ramah lingkungan akan menekan emisi gas rumah kaca secara signifikan. Transportasi menjadi penyumbang nomor tiga atau 14% dari total pemicu gas rumah kaca.

Kini, penguasa pasar mobil hibrida adalah Toyota. Pertengahan Mei lalu, dalam siaran persnya, Toyota memproklamasikan bahwa penjualan mobil hibrida Prius mencapai 1 juta lebih. Kepala manajer portofolio di Daiwa SB Investments Koichi Ogawa memprediksi, sangatlah sulit meruntuhkan dominasi Toyota di kelas mobil hibrida. "Ketika Anda bicara hibrida, bayangan yang hinggap di pikiran adalah Prius," kata Ogawa, seperti dikutip Reuters.

Selama ini, Honda begitu bergantung pada pasar Amerika Serikat dan menganggap penting perubahan paradigmanya menjadi pembuat mobil hibrida utama. Untuk itu, Honda akan memberikan kejutan kepada konsumen tentang sosok-sosok baru mobil hibridanya. Mobil hibrida barunya akan terdiri dari lima pintu dengan lima kursi. Modelnya seperti mobil fuel-cell FCX Clarity. Mobil itu bakal memakai komponen yang lebih kompak dan ringan.

Di samping itu, mobil hibrida itu akan menggunakan kerangka baru yang menempatkan unit pengontrol dan baterai di bawah ruang kargo. Produksi baru motor listrik nantinya ditambahkan di pabrik Honda yang terletak di Suzuka, selatan Tokyo. Hal itu dilakukan untuk melipatgandakan kecepatan produksi dan memotong biaya produksi. Gairah hibrida ternyata tidak hanya melanda Honda. Pembuat mobil asal Jepang yang lain, seperti Toyota, Nissan, dan Mitsubishi, juga berambisi membuat mobil hemat energi, dari mobil hibrida sampai mobil listrik.

Toyota, misalnya, berancang-ancang untuk mengeluarkan generasi ketiga Prius. Para pengamat otomotif memperkirakan, Prius generasi ketiga beredar di pasar pada 2009.

Sementara itu, Nissan bersama mitranya dari Prancis, Renault, justru tidak tertarik menggarap mobil hibrida. Carlos Ghosn, petinggi Nissan dan Renault, dua produsen otomotif yang beraliansi, berjanji mengeluarkan mobil listrik yang mampu menempuh jarak 100 mil atau 160 kilometer untuk pasar Amerika Serikat dan Jepang pada 2010. Tahap berikutnya, yakni pada 2012, mobil itu dipasarkan di seluruh dunia.

Para analis menyebutkan, Nissan ingin lahir secara berbeda, yakni mengusung kendaraan dengan teknologi beremisi rendah. Mereka menyebutnya sebagai lompatan katak (leapfrog) untuk mengungguli produsen mobil yang lain. Ambisi Nissan dan Renault itu bukan hal yang mudah, terutama dalam mengembangkan baterai yang tahan lama, murah, dan memiliki tenaga besar. Pada mobil hibrida, kelemahan baterai bisa ditutupi karena terjadi proses pengisian baterai (charge). Ketika mobil melaju, pengisian tenaga baterai terjadi. Sedangkan pada mobil bertenaga baterai, mobil harus berhenti dulu ketika diisi ulang atau recharge.

Dalam kondisi seperti ini, menurut Koji Endo, analis dari Credit Suisse, akan lebih mudah bagi Toyota dan Honda untuk bergeser ke mobil elektrik karena berpengalaman mengembangkan tenaga baterai. "Itu akan relatif lebih mudah," katanya, seperti dikutip Financial Times. "Untuk mobil listrik, tinggal membuang mesin konvensional dan tangki bensinnya," ia menambahkan. Memaksimalkan kemampuan baterai memang menjadi pekerjaan utama para produsen mobil.

Honda, misalnya, mengembangkan kemampuan baterai mobilnya sendiri. Sejauh ini, Honda masih tetap berkomitmen memakai baterai nickel-metal hydride ketimbang mengembangkan lithium-ion seperti dipakai pada notebook dan ponsel. Sedangkan Toyota tengah berusaha bergeser pada penggunaan baterai lithium-ion. Kini Toyota masih memakai baterai nickel-metal hydride yang lebih besar dan relatif berat pada mobil hibridanya tapi lebih murah.

Untuk urusan pengembangan baterai mobil, Toyota bekerja sama dengan Panasonic. Kemitraan ini akan berjalan panjang, karena Toyota berambisi membuat mobil hibrida pada semua model kendaraan yang masih diproduksi pada 2020. Toyota tetap berpijak pada hibrida karena efisien dan mampu menutupi kendala berat dan besar pada mobil-mobil berbodi lebar. Perang baterai memang terjadi di antara pembuat mobil, tak terkecuali produsen mobil asal Eropa dan Amerika Serikat.

Akhir Mei lalu, produsen barang elektronik dan baterai asal Jepang, Sanyo, meneken kesepakatan dengan Volkswagen (VW) untuk pengembangan baterai lithium-ion. Baterai itu akan dipasangkan pada mobil-mobil hibrida produksi VW. Langkah VW ini mengikuti jejak Honda dan Nissan, yang ingin keluar dari bayang-bayang kebesaran Toyota dalam pengembangan teknologi hibrida. Produsen mobil asal Jerman terbesar di daratan Eropa itu pada saat ini memang belum mengeluarkan mobil hibrida, tapi dalam waktu dekat akan mengeluarkan hibrida versi diesel.

Hibrida versi diesel itu akan dipakai pada mobil terlarisnya, yakni Golf, atau mobil keluarga terbaru pada 2010. Pada pameran motor di Los Angeles, Amerika Serikat, akhir tahun lalu, VW memperlihatkan mobil konsep berbentuk van yang dilengkapi baterai lithium-ion dan fuel-cell hidrogen. Merek premium yang dikeluarkan VW, yakni Audi, justru akan lebih dulu mengenalkan mobil hibridanya. Tahun ini, sebuah SUV seri Q7 dan varian A4 akan keluar dengan hibridanya. Mobil dalam kota seperti A1 kemungkinan besar juga akan keluar dalam versi hibridanya.

Fokus Sanyo pada baterai untuk mobil dibantu oleh reputasinya selama bertahun-tahun. Selain memasok baterai untuk VW, Sanyo juga menyediakan baterai berbasis nikel untuk Ford Motor dan Honda. Ford telah mengeluarkan SUV Escape hibrida bensin-listrik. Dalam waktu dekat, Ford bakal mengeluarkan dua mobil hibrida lagi dengan mesin Eco Boost, yang lebih irit tapi bertenaga.

Untuk riset baterai berbasis lithium-ion, Sanyo menganggarkan duit 80 milyar yen atau US$ 771 juta selama tujuh tahun ke depan. Di Jepang, Sanyo berencana menambah satu pabrik lagi dan berniat membuka satu pabrik baru di Eropa setelah tahun 2012. Dengan strategi barunya itu, Sanyo berambisi mampu memproduksi 10 juta sel baterai per bulan pada 2015 atau cukup untuk memasok 1,8 juta mobil per tahun. Pangsanya bisa mencapai 30% dari total pasar baterai lithium-ion yang dapat diisi ulang (rechargeable).

Demam hibrida di tubuh VW juga melanda Daimler Mercedes-Benz, yang lebih dulu mencanangkan produk hibridanya dibandingkan dengan kompetitornya yang berbasis di daratan Eropa. Tahun depan, Daimler akan meluncukan sedan mewah S400 BlueHybrid. Mobil ini bakal menjadi kendaraan pertama berbaterai lithium-ion yang diproduksi secara massal.

Meskipun hibrida besutan Daimler itu lebih boros bahan bakar ketimbang Prius buatan Toyota, keluarnya mobil mewah dengan mesin hibrida ini menandai perubahan paradigma dan teknologi pada dunia otomotif masa depan. Hibridaisasi dan elektrisasi mobil tidak saja mengubah cara para produsen berpromosi, melainkan juga menggeser perilaku konsumen dalam merawat dan mengemudikan mobil hibrida.

Menurut Roland Berger, analis pada Roland Berger Strategy Consultants, seperti dikutip Financial Times, dalam satu dekade ke depan, populasi mobil listrik akan mencapai 25% di Eropa dan 10% di dunia. Ini tidak termasuk mobil hibrida yang populasinya bisa mencapai 30%-40%. Meskipun kini kendala teknologi dan ongkos produksi masih menjadi penghambat utama, kecenderungan mobil listrik dan hibrida sebagai mobil masa depan sulit dihindari. Bahkan General Motors (GM), yang pernah menghentikan proyek EV1 pada 2003 sebagai mobil listrik pertama, kini menghidupkan lagi proyeknya.

Ketika itu, langkah penghentian dilakukan GM karena pertimbangan biaya dan efisiensi. Namun, sejak awal 2008, GM mengubah citranya dan ingin menjadi produsen mobil kompak yang ramah lingkungan. Mereka berjanji menggunakan baterai lithium-ion pada mobil listrik dan hibridanya. Untuk mobil listrik, GM menyiapkan Chevrolet Volt, yang dipasarkan pada November 2010. Mobil yang mampu menempuh jarak 40 mil atau 64 kilometer ini cocok diajak pergi pulang kantor sekali jalan tanpa harus mengisi ulang baterainya.

Chevrolet Volt itu diupayakan juga bisa mengisi ulang baterai dengan listrik yang dihasilkan dari mesin bensin kecil, dengan kemampuan jelajah 966 kilometer. Dalam masa satu dekade lagi, diharapkan teknologi baterai dapat menghasilkan baterai-baterai mumpuni, sehingga Volt dapat menempuh 150.000 mil. Selain Volt, GM juga akan melansir mobil-mobil hibrida yang super-efisien sehingga mampu bersaing dengan sejumlah produsen mobil asal Jepang dan Eropa.

Pada 2010, versi hibrida dari Saturn dan Chevrolet dengan kemampuan jarak tempuh 34 kilometer per liter akan keluar. Kemudian, setiap tiga bulan akan keluar satu versi mobil hibrida pada sejumlah merek mobil yang dimiliki GM. Dengan demikian, hingga 2012, GM bakal mengeluarkan 16 merek mobil versi hibrida.

Ambisi GM itu, meskipun penuh tantangan, menunjukkan perkembangan cukup menjanjikan. Beberapa pemasok baterai untuk GM, seperti LG Chem asal Korea Selatan dan Continental asal Jerman, menyatakan kesiapan mereka memenuhi target GM.

Unit LG Chem bernama Compact Power, seperti diberitakan Reuters awal pekan lalu, siap menyokong keinginan GM untuk Volt. Prabhakar Patil, Direktur Eksekutif Compact Power yang berbasis di Troy, Michigan, membuat generasi ketiga prototipe baterai Volt dan mendemonstrasikannya. Baterai seberat 180 kilogram termasuk sistem pendingin cair itu mampu bekerja sesuai dengan rencana. Pabrik LG Chem yang ada di Korea Selatan telah siap dan akan membangun satu pabrik secepat mungkin di dekat Detroit jika memenangkan kontrak dengan pihak GM.

"Tak seorang pun tahu apakah ini akan bekerja, tapi proses berjalan baik," kata Patil. Namun, yang jelas, Compact Power juga akan membuat sel seukuran kertas untuk memasok baterai mobil hibrida keluaran Hyundai. Diperkirakan, kontrak dengan GM dilakukan pada akhir tahun ini. Bahkan, menurut Patil, akan lebih cepat dari dugaan semula.

Selain Compact Power, pemasok komponen mobil asal Jerman, Continental, juga tengah mengembangkan baterai bersama perusahaan A123 Systems, Ener1, dan Johnson Controls. Konsorsium yang digalang Continental ini pun menyatakan siap bekerja untuk Volt.

Namun Continental kalah cepat dari Compact Power, yang mengirim contoh awal sejak Otober lalu dan sudah diujicobakan pada versi Volt, bulan lalu. Para insinyur di GM menciptakan Volt dari hasil modifikasi Chevy Malibu. Pada tes awal itu, pemimpin proyek mobil listrik dan hibrida GM, Robert A. Lutz, tampak puas. "Ketika mobil jelas dapat bekerja dan terus ada kemajuan, pasti ia dapat hadir dan dihitung kehadirannya," katanya.

Kini, untuk menekan biaya, menurut Patil, pihak LG dan GM tengah mengupayakan kemungkinan sewa atau sewa beli (leasing) baterai untuk Volt bagi para konsumen. Dengan cara ini, harga Chevrolet Volt akan dapat ditekan lebih rendah. Hal ini tentu bakal menguntungkan konsumen dan membantu mempercepat penjualan Volt karena harganya murah. Bahkan ada kemungkinan pemilik mobil tidak perlu memiliki baterainya, tapi cukup menyewa dari pihak ketiga. Oleh sebab itu, menurut Patil, pihak LG sedang mengembangkan baterai yang mudah dipasang dan dicomot dari mobil.

Dengan cara itu, baterai dapat diisi ulang di stasiun pengisian ulang dan menciptakan usaha baru pengisian ulang atau depot baterai untuk mobil-mobil listrik. Segalanya masih prediksi. Namun, yang pasti, produsen mobil berlomba-lomba menciptakan baterai yang aman, bertenaga, tahan lama, ringan, dan cepat diisi ulang.

Mobil-mobil listrik akan mengambil wujud mobil kecil dan super-kompak untuk mobilitas para pekerja di kota dan sekitarnya. Sedangkan mesin hibrida bakal digunakan pada mobil yang lebih besar, dengan kemampuan jarak tempuh lebih jauh. Perlahan tapi pasti, era mobil listrik dan hibrida nan irit akan menyesaki jalan-jalan di dunia.

sejarah mobil listrik

Mobil Listrik pertama kali ditemukan oleh Robert Anderson dari Aberdeen Skotlandia pada tahun 1830, namun baru sembilan tahun kemudian yakni pada tahun 1839 Mobil listrik ini merupakan saat pertama kalinya diperkenalkan kepada masyarakat. Beberapa tahun kemudian yakni pada tahun 1886 salah satu industri di Inggris memproduksi Mobil listrik yang digunakan sebagai taxi dengan menggunakan teknologi baterai 28 cell untuk mensuply motor penggeraknya. Inggris Pada tahun1897, Walter Bersey mendesain kendaraan listrik yang kemudian diproduksi oleh perusahaan London Electric Cab Company dengan menggunakan baterai 40 cell sebagai energi storage, yang mana Mobil tersebut mampu menghasilkan tenaga sebesar 3 tenaga kuda dengan kemampuan jarak tempuh sejauh 80,5 km, sebelum diisi ulang. Dan pada 1897, Pope Manufacturing Company di Hartford Connecticut Amerika Serikat, mulai memproduksi secara massal yakni sebanyak 500 unit mobil listrik selama dua tahun, 500 unit mobil listrik merupakan sebuah jumlah yang cukup besar ketika itu. Tahun 1898 Dr. Ferdinand Porsche dari Jerman yang saat itu berusia 23 tahun, membuat mobil pertamanya dengan nama Lohner Electric Chaise yang menjadi mobil pertama berpenggerak roda depan. Kemudian pada pembuatan mobil keduanya, Porsche mulai menggunakan teknologi hybrid yang menggunakan mesin bakar untuk menggerakkan generator yang akan menghasilkan tenaga untuk memutar roda lewat motor listriknya. Di mana dengan menggunakan tenaga baterai saja mobil ini telah mampu menempuh jarak perjalanan sejauh 64,4 km. Pada pengembangan selanjutnya, yakni pada tahun 1899 Pope Manufacturing Company mulai bergabung dengan 2 perusahaan mobil listrik lainnya, dengan membangun Electric Vehicle Company yang kemudian tercatat sebagai perusahaan yang berjasa besar bagi pertumbuhan industri mobil Amerika. Tahun 1900 Perusahaan mobil di Amerika membuat 1.681 mobil uap dan 1.575 mobil listrik serta 936 mobil bensin. Pembuat mobil asal Belgia Pieper ini, memperkenalkan mobil yang memiliki 3,5 tenaga kuda "Voiturette", serta menggunakan mesin bensin dan motor listrik di bawah tempat duduk dengan baterai yang bisa diisi ulang. Pieper mematenkan penemuannya ini pada sebuah perusahaan Belgia Auto-Mixte, yang pada perkembangan selanjutnya membuat kendaraan komersial antara tahun 1906-1912.
Tahun 1904 Electric Vehicle Company membuat 2.000 unit mobil taxi, truk, dan bus. Beberapa perusahaan kecil lainnya membangun 57 pabrik kendaraan dengan kapasitas produksi 4.000 unit.